[Apa Peran Sarjana Pertanian Saat Ini?]
Jangan bertani, karena bertani tak membutuhkan sekolah formal, itulah yang melekat dalam pikiran masayarakat kita. Termasuk dikampung saya. Jika anda bertani maka, gelar sekolahan anda akan luntur. Titel kesarjanaan yang anda miliki menjadi tak begitu penting. Tapi konon anda pasti membayangkan betapa tahun 1970 an, sebutan Insinyur Pertanian sangat bergensi ditelinga kita. Dan tugas seorang Insiyur pertanian melakukan penyuluhan pertanian, mengajak masyarakat tani bisa berkembang, dengan pola cara bertani yang tepat.
Makanya kenapa titel Insinyur pertanian saat itu sangat penting dan diminati, bahkan menjadi penanda orang-orang berkelas. Coba anda lihat film "Rano Karno" dan "Roma Irama" jaman siaran TVRI dulu. Betapa sarjana pertanian begitu diagungkan.
Kira-kira tahun 1990 an pamor sarjana pertanian mulai pudar begitu saja, disebabkan karena banyaknya jurusan-jurusan bergensi lain dibuka. Zaman Orde Baru, banyak sarjana pertanian direkrut jadi pegawai. Hingga saat ini meninggalkan euforia, bahwa seorang sarjana pertanian harus jadi pegawai negeri biar kapasitas nama mereka bisa diperhitungkan.
Sisi lain sarjana pertanian berharap bekerja dikantor dengan hanya mengandalkan kemampuan administrasi, dan kantor-kantor membuka proyek lahan-lahan uji coba pertanian. Sementara hasil uji coba ini hanya sekedar untuk laporan, bahwa mereka sukses memajukan masayarakat tani setelah memiliki lahan percontohan.
Suksesnya percontohan, belum tentu suksesnya pertanian, dan giatnya petani untuk bekerja tergantung dari hasil panen yang memuaskan.. Dan kesejateraan mereka juga terjawab.
Petani dengan sawah membentang, dengan bulir-bulir padi siap panen, coba kita bayangkan tanpa hasil kerja tani, mungkin kita makan apa esok hari, dan apalagi orang kota tak ada petani disana.
Pola pikir yang tak berimbang, dan pengidentikan dengan semangat bertani dan juga pendidikan pertanian. Disini tak ada yang dinomo satukan dan juga tak ada yang dinomorduakan, petani gagal, atau berpindah pekerjaan. Kebutuhan pokok, bakal sedikit bermasalah. Dan kita akan mengkonsumsi barang import seperti beras, dari negera tetangga seperti Thailand, Kamboja dan lain-lain sebagainya. Sementara masih banyak sawah-sawah dari sekian pulau-pulau yang ada di Indonesia ini.
Ini menghawatirkan jika petaninya mengeluh, mereka tinggalkan sawah dan ganti pekerjaan sebagai pedagang atau bagaimana. Mau tak mau kita kan terima padi gabah dari luar, dengan harga pasti beda.
Kalau kita menuju kampung tani, kita kan dapatkan beragam masalah warga termasuk pupuk mahal, lahan kurang subur, dan hama-hama yang kian bermutasi. Nampak jelas belum ada upaya-upaya para sarjana, ataupun pemerintah yang bertanggung jawab secara langsung atau tak langsung untuk mensupport atau memecahkan masalah para petani di kampung. Itu mengindikasikan, belum berartinya ilmu pertanian dari jenjang formal, dan juga kurang maksimalnya keterlibatan pemerintah secara langsung soal pertanian.
Catatan saya ini mungkin dibenak anda hanya sekedar asumsi, tapi jelasnya masalah pertanian anda dapatkan, jika turun langsung dilapangan. Warga kampung menawarkan segelas kopi, dan ngobrol-ngobrol lepas tanpa tekanan bersama para petani di berbagai daerah termasuk dikampung saya Sulawesi-selatan, akan anda dapatkan soal yang kurang lebih hampir sama.
oleh: Subhan Makkuaseng
#Banggabertani
#Petaniberdasi
IG: @Banggabertani